Murawi – Deteksi News
Situbondo, (deteksinews.co.id) – Nama Cikasur tentu tak asing bagi para pendaki maupun pegiat alam bebas. Mereka yang mendaki Gunung Argopuro via Besuki, Situbondo pasti akan melewati Cikasur. Kawasan Cikasur biasa dipakai sebagai lokasi bermalam para pendaki sebelum melanjutkan perjalanan.
Di kawasan perbukitan itu pernah berdiri landasan pesawat terbang. Banyak pesawat yang mendarat di sana, mulai untuk bersembunyi dari pesawat musuh hingga mengangkut logistik.
Lokasi landasan pesawat di zaman Belanda dan dilanjutkan era pendudukan Jepang itu berada di ketinggian sekitar 2.200 mdpl. Hawanya pun semilir angin berkabut cenderung dingin.
Syaiful, salah seorang tetua di Desa Baderan, Sumber Malang, Situbondo mengungkapkan landasan pesawat itu dipakai ketika masa pendudukan Belanda. Saat Jepang masuk Indonesia, pesawat tentara Nipon kerap mendarat di sana.
“Cikasur itu saat zaman Belanda sempat dijadikan landasan pesawat terbang. Sampai sekarang pun kan masih ada bekas landasannya. Tahun 90-an masih banyak puing-puing besi dan logam, sisa bangunan landasan,” cerita Syaiful saat diwawancarai awak media
Konon, kata Syaiful, banyak korban jiwa saat landasan Cikasur dibangun. Mayoritas adalah warga lokal yang jadi kuli bangunan landasan. Mereka yang meninggal langsung dimakamkan massal di tempat itu.
Nuansa mistis di Cikasur sudah jadi rahasia umum bagi para pendaki. Penampakan paling sering adalah suara seperti sepasukan sedang berbaris. Lengkap dengan suara derap sepatu lars, serta sayup-sayup suara aba-aba sang komandan. Meski bahasa yang digunakan terdengar asing.
“Saya relatif sering naik pegunungan itu. Suatu saat, ketika berkemah di situ, tiba-tiba terdengar derap langkah seperti orang berbaris. Saya sempat mikir, apa iya ada tentara latihan di sini?” tutur pegiat alam bebas asal Jember.
Dari penuturan para pendaki maupun warga desa setempat, suara derap seperti pasukan berbaris memang yang paling sering terdengar. Terutama saat bermalam di Cikasur, hampir pasti pernah merasakan.
Pun di kawasan Cikasur itu juga banyak dikuburkan serdadu-serdadu Jepang yang terluka karena peperangan, lalu meninggal. Prajurit yang gugur tersebut lalu dikubur secara massal, tanpa diberi batu nisan.
Selain serdadu Jepang, ada mitos yang menyelimuti kawasan Argopuro. Yakni tentang sosok Putri Dewi Rengganis, penguasa Argopuro. Bekas keratonnya kini disebut Puncak Rengganis, salah satu di antara 3 puncak tertinggi di pegunungan itu.
“Dari cerita turun-temurun warga sini, katanya di Cikasur itu jadi tempat bermainnya sang putri,” kata Syaiful.
Makanya, pada waktu-waktu tertentu selalu ada penampakan seperti seorang putri keraton yang tampak berjalan hingga berlarian di padang sabana Cikasur itu
“Biasanya di malam satu suro, penampakan itu pasti ada. Bukan cuma seperti putri keraton yang cantik, tapi kadang pula ada semacam kereta kuda,” terang Syaiful.
Selain itu, berdasarkan penelitian sejarah kawasan Gunung Argopuro disebut merupakan peninggalan kerajaan Hindu Budha. Sebab, tempat pemujaan terhadap dewa-dewa biasanya memang berada di puncak gunung.
Atau, jika tempat ibadahnya terdapat di lerengnya, orientasi arah menghadapnya tentu ke puncak gunung. Karena berdasarkan kepercayaan, para dewa selalu berada di puncak ketinggian.